Minggu, 17 Oktober 2010

Yang Keliru Tentang Alergi

Banyak orang mengira, alergi bisa diusir dari kehidupan. Benarkah alergi dapat disuruh pergi? “Yang paling mungkin adalah menghindarinya,” kata Dr Zakiudin Munasir SpA(K). Masyarakat kerap berpandangan keliru terhadap alergi. Alergi disebut-sebut hanya bisa dialami oleh individu yang orang tuanya memiliki riwayat alergi. “Padahal, mereka masih punya risiko lima persen untuk terusik alergi,” urai Kepala Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi Pediatrik di Kinderpoliklinik, Jerman, Prof Sibylle Koletzko.

Akan tetapi, memang betul orang tua yang alergi akan mewariskan bakat alergi pada keturunannya. Anak berisiko alergi sebesar 20 persen saat salah satu ayah bundanya alergi. “Risikonya meningkat menjadi 40 persen kalau kedua orang tua alergi,” jelas Kolezko.

Sementara itu, ayah dan ibu yang memiliki kesamaan manifestasi alergi diperkirakan bakal memiliki anak yang juga alergi. Tingkat risikonya mencapai 75 persen. “Faktanya, kini prevalensi alergi meningkat empat sampai lima kali lipat dibandingkan awal tahun 1960-an,” kata pakar internasional kesehatan anak ini. Koletzko melihat faktor genetik tidak berperan dalam hal ini. Artinya, tak ada perubahan dalam gen yang menjadi pemicu.

Fenomena unik Dalam lima dekade terakhir, lanjut Koletzko, di kawasan Asia Tenggara, terjadi fenomena unik. Angka penyakit infeksi semacam tuberkulosis dan campak terpantau menurun. "Sebaliknya, terjadi peningkatan signifikan angka penyakit gangguan sistem daya tahan tubuh, seperti lupus dan alergi." Hygiene hypothesis sedikit-banyak bisa menjelaskan fenomena tersebut. Ketika berada di lingkungan buruk, orang gampang terkena infeksi.

Saat tubuh digerogoti infeksi, sistem imunitas sibuk. Fokusnya, memberantas bakteri.
"Alhasil, ia luput mengenali alergen," papar dia. Koletzko mengungkapkan, penyakit alergi sangat erat kaitannya dengan daya tahan tubuh anak. Ini merupakan bentuk respons sistem imunitas yang menyimpang, reaksi berlebihan terhadap substansi yang biasanya tak berbahaya.

Pada usia dini, tanda-tanda reaksi alergi biasanya berupa infeksi kulit. Penampakannya bervariasi. "Mulai dari eksem di pipi, bengkak di mulut, dan gatal-gatal," ucap sekretaris GI-committee of the European Society of Paediatric Gastroenterology and Nutrition (ESPGHAN) ini. Selain itu, pada usia bayi, alergi juga kerap menyerang saluran cerna.

Ia akan sering muntah, sakit perut, bahkan diare disertai darah. Sembelit juga kerap ditemui. Seiring bertambahnya usia, ketika anak sudah mulai bersekolah, reaksi utama alergi didominasi oleh gangguan sistem pernapasan. Asma dan rhinitis alergi, contohnya, dipicu oleh debu, bulu hewan, serbuk sari, dan kutu tungau.


Sumber :
Republika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar